Prof Dr Ir Sedyatmo

Pondasi Cakar Ayam, Temuan Ilmuwan Indonesia Diakui 40 Negara Dunia Cocok Digunakan di Rawa dan Diperumhan Sempit. Ditemukan Karena Ini

Media Jateng, Jakarta– Kata pondasi cakar ayam sudah tidak asing lagi terdengar karena memang menjadi pondasi paling banyak digunakan di Indonesia.

Pondasi yang mudah saat digunakan di lahan sempit, membuat pondasi cakar ayam oleh sebagian orang juga disebut pondasi yang mudah digunakan di lahan lunak seperti rawa di pesisir pantai.

Kendati sering mendengar kata pondasi cakar ayam, namun apakah sudah tahu jika teknologi kontruksi itu merupakan karya anak bangsa yang saat ini telah mendunia.

Bahkan, saat ini teknologi kontruksi produk Indonesia itu telah mendapatkan paten di 40 negara di seluruh dunia.

Seperti diunggah twiter Kementrian Pekerjaan Umum (Kemen PU), diketahui tekonologi kontruksi jutaan kontruksi rumah di Indonesia itu merupakan karya anak bangsa yakni Prof Dr Ir Sedyatmo.

Kendati namanya pondasi cakar ayam tidak sepenuhnya temuan Prof Dr Ir Sedyatmo terpinspirasi sistim kerja dari bentuk dan kekuatan cakar ayam.

Nama, Kementrian Pekerjaan Umum mencatatkan Prof Dr Ir Sedyatmo menemukan teknologi kontruksi terinspirasi dari keberadaan akar pohon kelapa yang mampu membuat pohon kelapa tetap berdiri kokoh kendati diterpa angin besar di pantai.

Kementrian PU menambahkan, terinspirasi dari akar pohon kelapa, konstruksi cakar ayam ciptaan anak bangsa bahkan mendapatkan hak paten di 40 negara.

Kapan ditemukan, konstruksi cakar ayam yang sebenarnya adalah metode pembuatan fondasi bangunan diciptakan Prof Dr Ir Sedyatmo pada tahun 1961.

Teknik konstruksi cakar ayam memungkinkan pembangunan struktur pada tanah lunak seperti rawa-rawa.

Teknologi pondasi cakar ayam, ditemukan Prof Dr Ir Sedyatmo ketika dipercaya pejabat Perusahaan Listrik Negara (PLN) mendirikan tujuh menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol, Jakarta.

Karena tanah berawa dengan susah payah, dua menara berhasil didirikan dengan sistem fondasi konvensional, sedangkan lima kontruksi tegangan tinggi lainnya masih terbengkalai.

Padahal, Prof Dr Ir Sedyatmo bersama tim dikejar waktu. Pasalnya, menara akan digunakan untuk menyalurkan listrik dari Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan dimana tempat diselenggarnya pesta olahraga Asian Games tahun 1962.

Tenggat waktu kian mendesak, sementara sistem fondasi konvensional sukar diterapkan di daerah rawa-rawa.

Lahirlah ide Prof Dr Ir Sedyatmo mendirikan menara di atas fondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya.

Pipa dan plat itu melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan.

Idenya bermula dari akar serabut pohon kelapa yang mampu menahan tegaknya pohon dari tiupan angin yang cukup kencang di pinggir pantai, meskipun tanahnya lunak dan berawa.

Menara-menara tersebut pun dapat berdiri dan selesai tepat waktu. Sedyatmo memberikan nama fondasi Cakar Ayam pada hasil temuannya itu.

Hingga kini, ciptaan Sedyatmo telah digunakan di banyak negara dan terdaftar hak patennya di 40 negara.

Banyak infrastruktur dalam negeri yang menggunakan metode ini. Tidak saja perumahan, namun salah satunya ruas tol akses menuju Bandara Soekarno-Hatta yang dibangun diatas rawa-rawa juga menggunakan teknologi kontruksi pondasi cakar ayam.

Karenanya, sebagai bentuk penghargaan, ruas ruas tol akses menuju Bandara Soekarno-Hatta diberi nama Prof Dr Ir Sedyatmo.MediaJateng-70