Ini Makna Kirab Ketupat Syawal Bumi Ki Ageng

GROBOGAN, Mediajateng.net – Pada H+5 Idul Fitri tepatnya Selasa (19/6/2018) kemarin diwarnai dengan rangkaian acara kirab Ketupat Syawalan Bumi Ki Ageng. Berlokasi di Alun-alun Purwodadi, rangkaian ini melibatkan puluhan orang dan ratusan masyarakat yang kebetulan berada di kompleks Alun-alun Purwodadi.

Ganis Harsono, sang pencetus ide kegiatan ini mengatakan pagelaran kirab ketupat syawalan ini ditujukan untuk mengangkat kembali tlatah Grobogan sebagai bumi para Ki Ageng.
“Artinya kita ini ingin menggugah kembali kesadaran masyarakat Kabupaten Grobogan khususnya dan di Jawa Tengah pada umumnya serta secara luas di wilayah Nusantara bahwa Bumi Grobogan pernah menjadi mercusuar peradaban sejak terciptanya aksara jawa oleh Ajisaka pada saat kerajaan Medang Kamulan berjaya. Kira-kira jauh sebelum masa keemasan kerajaan Sriwijaya dan Singosari atau Majapahit apalagi Mataram Islam,” jelas pria yang akrab disapa Ganis ini.
Menurut Ganis, Grobogan dinilai mempunyai potensi sejarah yang tinggi. Hal ini dilihat dari banyaknya tempat bersemayamnya para leluhur para raja Nusantara seperti Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Lembu Peteng, Ki Ageng Getas Pendawa, Ki Ageng Selo, dan Ki Ageng Sungging.
Di samping itu dengan kegiatan ini, Ganis mengharapkan agar masyarakat Kabupaten Grobogan harus mau terlibat aktif menjadi pelopor kebangkitan peradaban yang memuliakan serta memanusiakan manusia.
“Kemanusiaan yang adil dan beradab seperti yang tertera pada sila kedua Pancasila karena kemanusiaan adalah satu,” tambah Ganis.

Tujuan lain dari kegiatan ini lebih kepada keprihatinan Ganis dan teman-temannya akan maraknya gesekan kepentingan seperti pragmatisme, intoleransi, radikalisme yang destruktif, dan sebagainya.

“Ibarat selah hanya memiliki sebatas satu tarikan nafas kita, yang bisa berubah dengan spontanitas liar dan memiliki daya rusak yang luar biasa. Ini kalau tidak dibarengi dengan kesadaran akan pentingnya olah budi pekerti yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan maka sejarah akan mudah dilupakan,” katanya.

Tika, satu dari sekian warga masyarakat yang menonton jalannya kirab ini sangat antusias dengan kegiatan ini. Alumnus sebuah PTN di Semarang ini mengungkapkan kegiatan kirab seperti ini diharapkan bisa dilaksanakan secara rutin untuk menggembeleng anak-anak agar tidak melupakan asal-usul tempat kelahirannya.
“Saya kebetulan sedang mudik di Purwodadi. Lihat acara seperti ini sangat baguslah untuk memotivasi anak-anak saya. KIta tahu saat ini banyak kids jaman now yang begitu cepat melupakan asal usulnya. Kalau bisa diadakan rutin tiap tahunnya menurut saya sangat efektif untuk memberikan kontribusi kesadaran masyarakat agar tidak melupakan sejarah,” komentar Tika. (Mj-Agung)