Media Jateng, Semarang – Keresahan ibu-ibu Desa Polosiri terhadap anaknya yang tidak bisa lepas dari gadget mejadi perhatian mahasiswa Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) yang sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Polosiri. Mahasiswa bahkan menemui salah satu anak yang tidak mau lagi sekolah dan memilih untuk bermain games pada gawai, sementara orang tua tidak dapat berbuat banyak karena jam kerja yang panjang sebagai pekerja di sektor industri. Saat anak tersebut mendapat kunjungan dari guru-guru sekolahnya dengan tujuan untuk membujuk kembali bersekolah, anak tersebut malah lari dan menjeburkan diri ke sungai sehingga guru-guru mengurungkan niatnya.
Permasalahan lain yaitu terjadinya penurunan prestasi belajar anak-anak di Desa Polosiri karena tidak bisa fokus dalam belajar akibat terpikirkan trus untuk bermain gawai. Pada sisi lain orangtua juga tidak paham bagaimana caranya memberikan pendidikan anak di era digital seperti saat ini. Melihat kondisi tersebut, mahasiswa KKN kelompok 78 UPGRIS menggandeng tim dosen yang menguasai bidang digital parenting untuk memberikan pengarahan bagaimana melakukan digital parenting yang tepat bagi anak-anak. Acara dikemas dalam diskusi bersama ibu-ibu PKK Desa Polosiri dengan tema “penerapan digital parenting bagi anak” dengan menghadirkan Dr Chr Argo Widiharto SPsi MSi sebagai ahli di bidang Psikologi Sosial, Dr Dini Rakhmawati MPd pakar Bimbingan dan Konseling, Desi Maulia SPsi MPsi Psikolog selaku psikolog pendidikan dan Farikha Wahyu Lestari MPd yang membidangi Konseling Anak. Kegiatan dilaksanakan Minggu (5/2/2023) di Balai Desa Polosiri Bawen Kabupaten Semarang.
Purbo Setyawan Sekretaris Desa Polosiri dalam sambutanya menyampaikan bahwa di era globalisasi ini, TV dan yuotube banyak sekali membawa dampak kurang positif pada perkembangan anak. “Hal ini terjadi karena orangtua kurang bijak dan kurang dapat mengontrol anak dalam penggunaan gadget. Selain dihadiri oleh Sekdes, acara ini juga dihadiri oleh Perangkat Desa Polosiri, bapak dan ibu Kadus, pelaku UMKM dan juga dihadiri ibu-ibu PKK seluruh desa Polosiri yang berjumlah 75 orang,” tutur Purbo.
Dini menyampaikan bahwa ibu-ibu perlu memahami anak yang termasuk generasi Z dengan karakteristik sejak lahir sudah bersentuhan dengan gadget atau dunia digital. “Bahkan anak-anak lebih canggih dibandingkan orang tua dalam mengoperasikan handphone seperti misalnya bagaimana mengunggah foto atau mengunduh sesuatu melalui internet. Perlu ada kesepakatan antara anak dan orangtua dalam penggunaan gadget atau gawai,” ucap Dini.
Desi Maulia menjawab pertanyaan peserta yang bertanya tentang waktu ideal dalam penggunaan gawai, menjelaskan bahwa akan lebih baik anak bermain gawai maksimal 30 menit, karena masa perkembangan anak membutuhkan banyak aktivitas motorik, maka orangtua dapat lebih kreatif dalam mengurangi penggunaan gawai. Contohnya handphone digunakan untuk melihat video yang berisi aktivitas bermain atau menyanyi kemudian orang tua mengajak anak untuk mempraktikan hal tersebut secara langsung. Selain itu, orang tua diharapkan mampu mengajak anaknya yang sedang bermain handphone di ruang keluarga bukan di dalam kamar sehingga orangtua dapat memantau secara langsung apa yang sedang diakses anak melalui gadgetnya.
Tim Pengabdian UPGRIS di akhir acara juga bertitip pesan pada mahasiswa KKN UPGRIS untuk mensosialisasikan permainan tradisional seperti “ceplokan” berbahan bambu atau mainan lain yang sudah mulai ditinggalkan anak sebagai aktivitas pengganti bermain gawai. Permainan tradisional ini membutuhkan teman dalam bermain sehingga dapat meningkatkan sosialisasi anak yang sudah mulai tergerus oleh gawai yang menciptakan anak-anak yang individualis. Sinergi antar kemampuan orangtua dalam digital parenting dengan ide kreatif mahasiswa KKN dalam sosialisasi permainan tradisional diharapkan mampu mengatasi ketergantungan anak dalam bermain handphone. (MJ/60)