SEMARANG, Mediajateng.net – Surat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dituding sebagai biang keladi geger baru penggusuran Kebonharjo. Menyikapi hal tersebut, Ganjar menyebut ada pihak-pihak yang berusaha memancing di air keruh.
Menurut Ganjar, sejak awal dirinya tidak setuju dengan sikap PT KAI yang tidak mengakui sertifikat hak milik (SHM) warga. Justru ia meminta PT KAI menghormati SHM warga. “Maka tidak benar jika saya kemudian mengirimkan surat yang seolah-olah meminta penggusuran segera dilakukan,” katanya, Selasa (25/5).
Ganjar mengatakan, dirinya tidak pernah mengirimkan surat kepada PT KAI tertanggal 11 Mei 2016 seperti diberitakan di beberapa media. Yang benar, gubernur mengirim surat pada 11 Mei 2015 kepada Pemkot Semarang dan PT KAI. Surat pada PT KAI berbunyi agar PT KAI segera melakukan percepatan penertiban lahan pada trase jalur kereta api antara Stasiun Tawang Semagang sampai dengan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, mengingat pekerjaan fisik telah dianggarkan pada tahun 2015 oleh Kementerian Perhubungan.
Konteks surat itu ialah menindaklanjuti perjanjian kerjasama antara Direktorat Jenderal Perkeratapian, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pemprov Jateng, PT Pelindo III nda PT KAI tentang reaktivasi jalur kereta api dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Emas. Kerjasama itu ditandatangani para pihak pada 20 Februari 2015.
Sedangkan pada Walikota Semarang, surat berbunyi agar Pemkot mendukung dan membantu program reaktivasi rel tersebut. Kata mendukung berarti bahwa Pemkot mendukung program tersebut karena untuk kepentingan Nasional. Sedangkan kata “membantu” berarti Pemkot membantu KAI dalam sosialisasi dan membantu warga untuk memastikan hak-haknya terpenuhi. “Konteks suratnya itu, sudah lama dari tahun 2015, artinya agar KAI segera menyusun DED dan menentukan jalur. Apakah jalurnya lurus atau melingkar itu kan teknis yang menentukan KAI, saya tidak berwenang menentukan apalagi menyuruh menggusur tanah warga yang punya SHM,” katanya.
Pada perjalanannya, jalur rel sesuai DED yang disusun KAI ternyata akan melewati lahan yang dikuasai warga sehingga berdampak pada 130 bangunan. Meliputi 118 bangunan rumah penduduk dan 12 bangunan fasiliats umum. Dari keseluruhan yang terdampak, terdapat 17 rumah warga yang telah bersertifikat SHM. Ganjar telah menerima laporan tersebut dan meminta PT KAI menempuh langkah-langkah persuasif melalui sosialisasi. Terkait sertifikat tanah warga, Ganjar pun memerintahkan PT KAI untuk menghormatinya. “Kalau KAI menganggap sertifikat cacat hukum maka buktikan di hadapan hukum, tidak bisa sak enak wudele dewe terus menggusur. Saya pun sudah memperingatkan agak keras, kalau KAI sewenang-wenang maka akan berhadapan dengan saya,” tegasnya.
Jika kemudian beredar surat dari Gubernur Jateng bertanggal 11 Mei 2016, Ganjar mengaku tidak tahu menahu. Bisa jadi surat tersebut dimanipulasi sehingga seolah-olah menjadi landasan hukum untuk menggusur Kebonharjo. “Mungkin tahun suratnya diganti agar dekat dengan tanggal penggusuran kemarin, atau konteksnya dikaburkan sehingga seolah-olah saya bermain di Kebonharjo,” paparnya.
Lagipula, lanjut Ganjar, jika sebagai Gubernur meminta percepatan pelaksanaan sebuah program, bukan berarti pelaksana bisa bebas menghalalkan segala cara. Pelaksanaan pembangunan harus berjalan sesuai koridor hukum dan menghormati hak-hak warga. (MJ-007)