SEMARANG, Mediajateng.net – Dari 2.466 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah selama 2015, hanya 10 persen yang berujung ke meja hijau. Rendahnya penyelesaian secara hukum membuat beberapa pihak cukup resah.
Dian Puspitassari, Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) mengatakan bahwa, ada beberapa faktor rendahnya penyelesaian secara hukum. “Salah satunya, pihak internal keluarga korban yang tidak ingin masalah tersebut tersebar karena bersifat sensisitif bagi korban dan keluarga. Sangat kecil angka 10 persen tersebut untuk sampai di pengadilan,” ungkap Dian, dalam dialog interaktif gubernur dengan masyarakat “Mas Ganjar Menyapa” yang disiarkan di radio Sindo Trijaya FM, Selasa (17/5) pagi di rumah dinas gubernur Puri Gedeh Semarang.
Pihaknya berharap semua pihak membuka mata dan pikiran untuk bersama menekan tingginya laju kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Semua harus satu suara, dari Pemerintah, NGO, masyarakat, LSM siapapun harus bersatu, agar anak dan ibunya bahagia. Kalau anak dan ibu bahagia, semua bahagia,” terang dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah telah memaparkan bahwa dari 2.466 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 2015, empat daerah masuk dalam zona merah. Yakni, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kendal.
Selain itu, Ia mengatakan bahwa hal lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah adalah dari segi infrastruktur. Kondisi jalan di beberapa titik yang minim penerangan ia anggap berpotensi rawan terjadi tindak kejahatan, selain itu sarana transportasi umum di Kota Semarang maupun Jawa Tengah juga ia anggap belum ramah terhadap perempuan. “Infrastruktur juga penting, jalan gelap dan sepi itu bahaya, transportasi umumnya juga belum bisa berikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan” kata Dian. (MJ-007)
Penyelesaian Hukum Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Rendah
