#IkiLhoSemarang, Kasmo dan Kandang Kebo (4,Tamat)

Perkembangan Kasmo atau kandang kebo yang begitu pesat di era tahun 1980 menurut penuturan Giyono berdampak buruk pada lingkungan kampung Sawah Besar. Betapa tidak, dengan adanya lokalisasi Kasmo tindak kriminal meningkat tajam, pemandangan orang minum congyang di pinggir tanggul sungai Banjir Kanal Timur, kasus penodongan dan pemalakan hampir tiap hari tersaji di wilayah Kasmo, sehingga warga takut untuk hanya sekedar melintas.
Lebih parahnya lagi lokalisasi Kasmo sering dijadikan rujukan bagi pelaku kejahatan untuk melepas penat dan ajang berpesta usai melakukan kejahatan. Kawasan kasmo pada eranya dulu termasuk tiga besar daerah yang ditakuti oleh masyarakat semarang setelah Barutikung dan Krobokan. Selama 10 tahun berada di wilayah Sawah Besar, Muktiharjo, Kasmo sangat superior tanpa tersentuh oleh aparat pemerintah, padahal jelas Kasmo merupakan prostitusi liar dan ilegal dan sudah menjadi bisnis esek-esek yang sangat menggiurkan.
Perjalanan Kasmo selama lebih dari satu dekade akhirnya benar-benar harus berakhir, pada pertengahan tahun 1990 menjelang bulan Ramadhan. Ratusan warga Sawah besar menumpahkan amarahnya dengan cara membakar semua gubuk liar termasuk merusak rumah Mbah Kasmo. Apa yang dilakukan oleh warga ini sebagai puncak kekesalan dan amarahnya setelah dalam 10 tahun terakhir kampung Sawah besar menjadi ikon daerah hitam dan abu abu.
Selama waktu tersebut psikologi dan perkembangan anak anak Sawah besar mengalami tekanan yang luar biasa. Senjakalaning mbah Kasmo sebagai mucikari Kandang kebo telah berakhir. Pasca pembakaran dan pengrusakan gubuk liar dan semi permanen, menurut Sugiono, Mbah Kasmo pulang ke daerah asalnya, sedangkan para anak buahnya juga mengikuti jejaknya. “Sebagian lagi tetap masih menjajakan diri dan bergabung dengan para pemburu hidung belang lainya di Tanggul Indah alias TI,” ujar Giyono mengakhiri cerita. (MJ-Imam Rahmadi) Tamat

Comments are closed.