#IkiLhoSemarang, Kasmo dan Kandang Kebo (3)

Menurut cerita Giyono, mereka yang tertangkap ketika sedang “main” di bawah kandang kebo mengaku terpaksa melakukan di tempat itu lantaran sudah tidak tahan lagi karena jumlah bilik di gubuk liar terbatas. Mungkin karena gubuk-gubuk liar itu berada di bantaran sungai dan banyak Kerbau yang dikandangkan, nama lokalisasi Kasmo lambat laun mempunyai nama lain yaitu Kandang Kebo.
Lebih lanjut Giyono menceritakan, bahwa selama dekade tahun 1980 ini Kasmo benar-benar membuat hingar bingar prostitusi di Kota Semarang dan menjadi magnet dan rasa penasaran. Berbagai kalangan dan profesi mulai dari tukang becak, tukang ojek, buruh pabrik sudah menjadi pelanggan tetap praktek protitusi liar ini.
Bahkan kasmo ini tak mengenal waktu, karena pagi dan siang pun tetap buka. “mereka yang pekerja lapangan sering mampir, untuk sekadar ‘melepas dahaga’ para gondes, sekadar cuci mata ataupun ingin merasakan sensasi anak buah mbah Kasmo yang saat itu ada beberapa primadona.”
Untuk mendapatkan Primadona itu, lanjut Giyono para pelanggan harus mruput datangnya kalau tak ingin kecewa. Dan hampir rata-rata primadona yang ada di lokalisasi ini dibawah kendali mbah Kasmo, hingga tak mengherankan jika tadinya hanya mempunyai gubuk liar, saat itu mbah Kasmo sudah mampu membangun rumah sederhana.
Pembangunan rumah sederhana dimaksudkan oleh mbah Kasmo sebagai fasilitas pelanggannya, untuk memanjakan pelanggan tetapnya, disamping sering komplainnya pelanggan karena bilik gubuk liarnya sering diintip oleh orang iseng saat anak buahnya sedang mashyuk ria di kamar. Maklum belakang gubuk liar di sepanjang Sawah besar merupakan tanah lapang yang menjadi bantaran sungai banjir kanal timur yang tidak ada penerangan sama sekali. (MJ-Imam Rahmadi) Bersambung ….

Comments are closed.