Banjarnegara, mediajateng.net – Banyaknya budaya, tradisi dan sejarah di Kabupaten Banjarnegara bisa saja suatu saat punah jika tidak dilestarikan. Padahal, semua itu bermanfaat untuk pembelajaran generasi yang akan datang.
Hal itulah yang melatarbelakangi Program Organisasi Penggerak (POP) Yayasan Sahabat Muda Indonesia (YSMI) untuk menggerakkan 20 sekolah sasaran mendokumenterkan itu semua dalam media audio visual.
Sejak awal pekan ini, satu persatu sekolah turun ke lapangan untuk mengambil gambar setelah pekan lalu mendapatkan materi tentang teknik sinematografi secara daring.
Seperti yang dilakukan oleh SMPIP Tunas Bangsa, mereka melakukan pengambilan gambar seharian penuh, Sabtu (13/11/2021) di makam Soemitro Kolopaking Poerbonegoro di Pucang Banjarnegara.
Mereka akan mengangkat kisah hidup dan peran Bupati Banjarnegara tiga zaman dan juga anggota BPUPKI.
Lain lagi dengan guru sasaran di SMPN 1 Banjarmangu, mereka mendokumenterkan tentang watu lembu.
Situs masa Hindu Buda yang oleh masyarakat kurang dipahami sejarahnya dan juga telah berpindah tidak lagi insitu.
Adapun SMPN 2 Karangkobar, mereka akan mendokumenterkan tradisi seni Ngelik. Tradisi ini hampir punah, karena kekhasannya melagukan sholawat diiringi dengan rebana dengan nada yang sangat tinggi laiknya penyanyi rock.
Instruktur POP YSMI Aziz Arifianto mengungkapkan apa yang dilakukan oleh sekolah sasaran sangat penting dilakukan sebelum narasumber hilang ditelan usia.
“Contohnya tradisi Ngelik, di Kecamatan Karangkobar sekarang hanya terdiri dari 5 orang anggota yang usianya sudah sangat tua. Tetapi semangat mereka untuk melestarikan Ngelik tak pernah hilang. Meski sudah tak pernah pentas, mereka sering memainkan kesenian ini di sela waktu luang mereka. Kalau tidak didokumentasikan, bisa hilang tradisi ini” jelas Aziz.
Aziz menambahkan bahwa tradisi ini memiliki kesulitan yang cukup tinggi.
“Melantunkan nada-nada yang cenderung lebih tinggi diiringi alat musik berupa terbang dan kendang menjadi karakteristik Ngelik. Alunan nadanya memang unik dan sulit. Mungkin hal itu yang menyebabkan hampir tidak ada generasi muda yang tertarik untuk melestarikan Ngelik” tambahnya. (MJ/50)