Beratnya Menjadi Ibu dari Anak Disleksia Dirasa Atiqah Hasiholan

SEMARANG, Mediajateng.net – Kelainan atau gangguan pada anak dalam membaca dan menulis atau disleksia, diangkat menjadi sebuah film berjudul Wonderfull Life yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan sebagai Amalia Prabowo, Sinyo sebagai Aqil.

Tiga pemeran film yakni Atiqah Hasiholan, Sinyo dan Puteri Intelegensia Indonesia 2011 pada pemilihan Puteri Indonesia 2011 Putri Ayudya sebagai guru hadir di RnB Cafe & Resto Semarang Town Square lantai 5, Selasa (18/10) dan menceritakan tentang isi serta pesan film yang dibesut oleh Agus Makkie. “Genre film ini adalah drama keluarga yang diangkat dari buku berjudul Wonderfull Life karya Amalia Prabowo dan merupakan sebuah kisah nyata,” kata Atiqoh.

Buku yang diluncutrkan pada tahun 2015 lalu ini, coba diangkat ke layar lebar dan  menceritakan tentang kisah hidupan Amalia Prabowo bersama putranya, Aqil, seorang anak berusia 10 tahun yang menyandang disleksia. Dalam kisah nyata itu, Amalia dan Aqil menjalani terapi disleksia dengan penuh lika-liku, hingga akhirnya Amalia belajar dan mengenal cara pandang baru dalam menjalani kehidupan dan kelainan yang diderita anaknya. ” Tajuk dari film ini adalah Karena Semua Anak Terlahir Sempurna. Film ini sudah diputar di bioskop seluruh Indonesia pada 13 Oktober 2016 lalu. Filmya dikemas ringan, dan bisa ditonton semua kalangan serta menjadi pembelajaran bagi ibu-ibu yang memilki anak dengan  disleksia,” jelasnya.

Ia mengungkapkan jika Aqil dalam film dan buku adalah anak dengan nilai akademis tidak baik. Anggapan bahwa anak tersebut adalah bentuk kemalasan dan kebodohan melekat dan lebih suka atau memimiliki ketertarikan menggambar. ” Anggapan malas itu salah, kreativitas Aqil dalam menggambar cukup tinggi, bahkan karya gambarnya bahkan sangat baik untuk anak seumurnya,” tuturnya.

Atiqoh mengaku jika peran yang ia geluti adalah seorang ibu yang ambisus, dan memiliki standar sendiri dalam menjalani hidup dan tidak bisa lepas dari penilaian sosial di sekitarnya bahwa anaknya itu tergolong bodoh. Hingga akhirnya dalam perannya, ia merawat  merawat anaknya dengan tuntutan sosial di sekitarnya. “Sang ibu punya ambisi bahwa anaknya harus berprestasi dibidang akademik, itu merupakan perjalanan ego dari Amalia. Hingga akhirnya, anaknya memiliki ketertarikan yang berbeda dan tidak termasuk dalam anak yang bodoh,” kata dia.

Sementara pemeran guru dalam film ini, Putri Ayudya menambahkan selain memberikan pembelajaran kepada orang tua, film tersebut juga  memberi pelajaran kepada para guru agar  lebih terbuka dengan kemampuan anak dalam baca tulis. Pasalnya perhatian untuk siswa tidak bisa disamakan dengan siswa lainnya. ” Nilai akademik bukan menjamin kemampuan anak, menurut saya film ini punya  sudut pandang berbeda dalam memahami anak. Akademis penting, tapi bukan terpenting,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, film tersebut mengambil latar dan setting di dua kota yakni Yogyakarta dan Jakarta selama 16 hari. Setelah diputar perdana pada 13 Oktoner lalu, saat ini sudah tercatat  29.000 orang yang menonton film tersebut. “Bahkan dari film ini Atiqah Hasiholan mendapatkan nominasi pemeran perempuan terbaik dan Sinyo nominasi pemeran anak terbaik di Piala Citra kemarin,” kaa dia. (MJ-069)

Comments are closed.